• Bedah Buku Bangga Menjadi Pustakawan

    Berikut ini kami tampilkan dokumentasi kegiatan Bedah Buku "Bangga Menjadi Pustakawan" yang kami adakan ahir tahun lalu. Menghadirkan pembicara utama, Bapak Blasius Sudarsono (Mantan Kepala PDII-LIPI, Pemerhati Perpustakaan) dan Bapak Wiji Suwarno, M.Hum (Kepala Perpustakaan IAIN Salatiga, Penulis)

  • Pelantikan PD ATPUSI Bantul

    Hari Kamis, tanggal 17 Maret 2016 kemarin, ATPUSI DIY melakukan agenda Pelantikan Pengurus Daerah ATPUSI Kab. Bantul DIY. Bertempat di Balai Parasamya Kantor Bupati Bantul, DIY. Acara pelantikan ini dilakukan mulai jam 8.30 sd 12.00 WIB. Acara ini diikuti oleh sekitar 30 pengurus ATPUSI Kab. Bantul. Serta hampir 100 peserta yang terdiri dari Kepala Sekolah, Kepala UPTD, dan tentu saja para pustakawan sekolah se-Kabupaten Bantul.

  • Launching #KulonprogoOneSearch

    Sukses Besar. Pelantikan PD ATPUSI Kulonprogo sekaligus launching program #KulonprogoOneSearch oleh Wakil Bupati Kulonprogo, Drs. H. Sutedjo.

  • IASL 2013 di Bali

    ATPUSI sukses menyelenggarakan Konferensi Pustakawan Sekolah Internasional di Bali 26-30 Agustus 2013. 42nd Annual Conference of the International Association of School Librarianship (IASL)Incorporating the 17th International Forum on Research in School Librarianship

  • Sinergi ATPUSI DIY dan IPI DIY

    ATPUSI DIY untuk periode kepengurusan kali ini memang gencar melakukan konsolidasi. Baik secara internal maupun eksternal. Dan salah satunya adalah menjalin kerjasama dengan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) DIY yang juga merupakan induk setiap organsisasi kepustakawanan di DIY.

Friday 29 October 2010

Acara Pelatihan bagi Pengurus ATPUSI DIY

Pelatihan Tentang Literasi Informasi bagi Pengurus Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI) Provinsi DIY yang akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Sabtu, 30 Oktober 2010
Pukul : 07.30-12.30 wib
Tempat : Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tema : Strategi dan optimalisasi penelusuran informasi dengan menggunakan search engine.

Salam Admin.

Wednesday 27 October 2010

ATPUSI DIY GELAR PELATIHAN DAN SEMINAR LITERASI INFORMASI

Perkembangan media dan teknologi informasi yang penuh dengan inovasi membuat informasi menjadi semakin mudah dibuat dan disebarkan. Sejak bangun hingga tidur kembali, masyarakat dibombardir dengan berbagai sajian informasi dalam berbagai format baik disengaja atau tidak.

Dalam bukunya Megatrends, John Naisbit (1982) mengatakan bahwa “lebih dari 6000 artikel ilmiah ditulis setiap hari, dan informasi berlipat ganda setiap 5,5 tahun”. Sejalan dengan itu, perkembangan teknologi informasi membuat orang menjadi semakin cepat dalam mengakses informasi dalam berbagai format. Masalah muncul ketika kualitas dari informasi tersebut dipertanyakan.

Samuel Eberson dalam jurnal Computer-Mediated Comunication (September 2000) mengatakan bahwa dari 500 website yang digunakan sebuah sekolah untuk riset, hanya 27% yang informasinya akurat untuk riset akademis. Hal ini memperlihatkan bahwa banyak dan cepatnya informasi belum tentu didukung oleh kualitas informasi tersebut. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah tentu tidak dapat diam menghadapi permasalahan ini. Perkembangan teknologi informasi telah mengubah paradigma siswa tentang belajar.
Sebagai pusat sumber informasi di sekolah, perpustakaan pun harus ikut terlibat dalam perubahan yang sedang terjadi ini. Perpustakaan mempunyai peran sebagai gawang informasi di sekolah yang melakukan penyeleksian dan pengevaluasian informasi. Untuk itu perpustakaan pun meski memiliki program berkaitan dengan keahlian dalam memecahkan masalah informasi bagi siswa. Dengan bekerjasama dengan guru, pustakawan dapat memaksimalkan perannya serta membantu pengajaran di era informasi ini.
ATPUSI (Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia) Provinsi DIY sebagai lembaga pengembangan kepustakawan sekolah khususnya Tenaga Perpustakaan sekolah yang berfokus pada pengembangan kompetensi pustakawan, penyebarluasan informasi, dan partisipasi berbagai pihak dalam peningkatan kualitas tenaga perpustakaan sekolah di Indonesia, bermaksud mengadakan Pelatihan dan seminar dengan tema “ Bangkitnya Pustakawan/Tenaga Perpustakaan sekolah menuju eLibrary dan eLiteracy “ untuk mengupas tuntas mengenai strategi, optimalisasi dan Urgensi Literasi Informasi dan Pengembangan Layanan Digital Library sebagai bentuk pembelajaran bagi siswa di era informasi ini. Dengan pelatihan dan seminar ini diharapkan menambah kompetensi pustakawan/tenaga perpustakaan sekolah di Yogyakarta.
Adapun Kegiatan ini dikemas dalam 2 kegiatan Pertama akan diselenggarakan Pelatihan Literasi Informasi bagi Pengurus ATPUSI yang akan digelar sabtu, 30 Oktober 2010 di Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga dan kedua adalah Seminar yang akan diadakan pada Sabtu, 13 november 2010 di Kantor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Yogyakarta. Narasumber yang akan berbicara antara lain Umi Proboyekti, S.Kom, M.Lis (Kepala Perpustakaan UDKW Yogyakarta), Sri Rohyanti, S.Ag, SIP, M.Si (Dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah. Seminar ini bisa diikuti oleh seluruh anggota ATPUSI dan pustakawan/tenaga perpustakaan sekolah. Info lengkap pendaftaran dapat menghubungi Muttaqin HP.085643439303 / Arsidi Telp.02746614412 atau email atpusidiy@gmail.com Pendaftaran paling lambat tanggal 11 November 2010. salam pustakawan!!!

Thursday 21 October 2010

Rapat Agenda Bulan Oktober 2010

Hari/Tanggal : Kamis, 21 Oktober 2010
Tempat         : SMA 1 Yogyakarta
Acara           : Rapat Agenda Bulan Oktober 2010


Salam,

Admin.

Monday 18 October 2010

Pengelola Perpustakaan Perlu Manfaatkan Facebook

MALANG, KOMPAS.com — Perpustakaan di Indonesia masih minim memanfaatkan internet. Hal ini patut disayangkan, mengingat sebagian masyarakat Indonesia sudah sangat familier dengan penggunaan internet, terutama untuk jejaring sosial seperti Facebook ataupun Twitter.
Hal tersebut disampaikan oleh pustakawan profesional asal Amerika, Rebecca McDuff, dalam sebuah kuliah tamu yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rabu (9/12/2009). Di hadapan 52 pengelola perpustakaan dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi, Rebecca mengingatkan bahwa komunikasi antara pustakawan dan pengguna perpustakaan seharusnya lebih intens karena tidak lagi dibatasi oleh jarak dan waktu.
Untuk itu, lanjutnya, pustakawan bisa memanfaatkan jejaring sosial atau webblog untuk melayani pencari buku atau sekadar berdiskusi. “Mereka bisa memanfaatkan Facebook atau Twitter sebagai media paling populer dan mudah digunakan selain SMS dan media chat lainnya,” ujar Rebecca.
Selain itu, staf Regional Information Resources Office Kedubes AS untuk Jakarta ini juga menyayangkan kondisi perpustakaan sekolah yang masih sering sepi. Salah satu penyebabnya, menurut Rebecca, adalah masih rendahnya budaya baca, ditambah lagi dengan proses pencarian literatur yang masih rumit.
Mengenai persoalan tersebut, Rebecca menyarankan penggunaan sistem Library 2.0 (library two-ow), yaitu sebuah peranti lunak yang merupakan konsep interactive digital library kampus.
“Keunggulan software ini, antara lain, mempermudah proses peminjaman buku oleh user. Perpustakaan akan lebih interaktif, sehingga akan memancing partisipan lebih banyak,” terang Rebecca. (AB)

 Sumber :
http://edukasi.kompas.com/

Perpustakaan Kok Dijaga Tukang Sapu !

JAKARTA, KOMPAS.com — Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI) mengatakan, banyak tenaga pustakawan di perpustakaan sekolah saat ini bukan berlatar belakang lulusan perpustakaan.
Pendapat tersebut dilontarkan oleh Muhammad Ihsanudin, Ketua ATPUSI, di Jakarta, Jumat (19/6). Hal itu terjadi, lanjut Ihsanudin, karena kurangnya kepedulian pihak sekolah terhadap perpustakaan sekolah.
"Banyak sekali tenaga perpustakaan hanya diambil dari orang tata usaha, bahkan untuk menjaga perpustakaannya dilakukan oleh tukang sapunya saja," katanya.
Menurut Ihsanudin, saat ini pihak sekolah kurang memandang keberadaan tenaga pustaka. Ia menyebut ketidakpedulian sekolah itu menyebabkan tenaga pustaka bisa dibayar sekadarnya.
"Bayangkan saja, ada tenaga pustaka yang dibayar per bulan hanya sekitar Rp 100.000 sampai Rp 250.000," katanya.
Kurangnya kepedulian tersebut menggerakkan ATPUSI untuk menggandeng berbagai pihak agar sekolah lebih peduli terhadap tenaga pustaka.
"Kami berkolaborasi dengan asosiasi guru, asosiasi perpustakaan dan berbagai pihak terkait agar ada kesadaran khususnya dari pihak sekolah untuk memperhatikan tenaga pustakanya," katanya.
Sampai saat ini, menurut Ihsanudin, ada sekitar 2.250 perpustakaan sekolah di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah itu hanya ada 1.600 yang dianggap sebagai perpustakaan yang baik.

Sumber : 
http://edukasi.kompas.com/

Kompetensi Pustakawan Tak Punya Acuan

JAKARTA, KOMPAS.com - Kompetensi pustakawan yang didefinisikan sebagai kemampuan, ketrampilan, motivasi, konsintensi dan tanggungjawab pustakawan untuk menguasai bidang pekerjaannya, perlu dirumuskan ulang. Kompetensi tersebut perlu dirumuskan ulang agar selaras dengan kebutuhan pemakai jasa mereka di dunia kerja.
Masalah kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini memang belum ada pedoman untuk dijadikan acuan.
-- Harkrisyati Kamil
Demikian kesimpulan yang dikemukakan Presiden Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan Indonesia (ISIPII) Harkrisyati Kamil pada talkshow bertajuk Kompetensi Pustakawan Indonesia di Gedung Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII - LIPI) Jakarta, Rabu (29/9/2010) lalu. Menurut dia, formulasi dan kesepakatan tentang kompetensi pustakawan sudah menjadi agenda yang banyak dibicarakan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Perpustakaan UU Nomor 43 tahun 2007.
"Masalah kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini memang belum ada pedoman untuk dijadikan acuan sehingga penting membuat tolok ukur dan sistem untuk melakukan uji kompetensi tersebut," ujar Harkrisyati.
"ISIPII merasa terpanggil untuk masalah ini," kata Presiden ISIPII, Harkrisyati Kamil, saat berbicara dalam talkshow tersebut. Harkrisyati Kamil yang pernah mengepalai Perpustakaan British Council Jakarta, mengakui Pada talkshow yang digagas Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan Indonesia (ISIPII)dan dimoderatori oleh Utami Haryadi, M.Lib, Mpsi, juga terungkap
"Bagaimana sistem dan aturan mainnya, kemudian siapa yang berhak melakukan uji kompetensi, serta materi ujiannya belum terdefinisi secara gamblang," lanjut Harkrisyati.
Menurutnya, kompetensi yang mencakup pengetahuan, ketrampilan, kemampuan atau karakteristik yang berhubungan dengan kinerja banyak diperbincangkan karena kompetensi menawarkan suatu kerangka kerja organisasi yang efektif dan efisien dalam mendayagunakan sumber daya yang ada. Kompetensi yang terbagi atas kompetensi professional dan kompetensi individu yang telah diperoleh melalui jalur pendidikan haruslah terus dikembangkan sesuai dengan level yang dijejaki dalam dunia kerja.
Setiap level pekerjaan pustakawan dari tingkatan clerical, data entry, reference assistant, teknisi, analis, terus ke atas hingga level manajemen, haruslah terus mengembangkan kompetensi sesuai bidang kerjanya. Bila sudah sampai level manajemen, maka seseorang harus mengembangkan kompetensi "plus-plus", yakni kompetensi tentang pemahaman yang baik tentang visi-misi perusahannya, bisnis intinya, nilai-nilai yang dianut lembaga tempatnya bekerja, bahkan pustakawan juga harus tahu office politics.
Sementara itu, menurut Eka Meifrina Suminarsih, peraih predikat Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional 2010, kompetensi dasar yang diperolehnya dari kampus sangatlah bermanfaat, tinggal dikembangkan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lembaga tempatnya bekerja. Eka mencontohkan tugas di tempatnya bekerja di BPPT.
"Kami punya kebiasaan baik, yakni tiap pagi membaca web BPPT kemudian kami memantau pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari user, kami juga menjawab pertanyaan tentang BPPT. Nah, agar bisa menjawab pertanyaan dari user terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka kami semua pustakawan dituntut pula mengikuti dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan terbaru yang dikembangkan BPPT," kata Eka, yang sudah 12 tahun mengabdi di BPPT.
Sementara itu, Wakil Ketua ISIPII, Agus Rusmana, menyatakan bahwa kompetensi pustakawan tercipta dari sintesa berbagai faktor dan terus berkembang. "Kenyataan di lapangan yang banyak diperlukan justru bukan ketrampilan teknis, seperti mengatalogisasi atau klasifikasi, namun lebih pada soft skill," ujarnya.

Sumber :
http://edukasi.kompas.com/

Sekolah Butuh Banyak Pustakawan

MEDAN- Dinas Pendidikan Kota Medan berencana membangun dan menambah jumlah perpustakaan di sekolah-sekolah. Hal itu terkait upaya mewujudkan kurikulum pendidikan berbasis sains. Peningkatkan minat baca siswa juga jadi prioritas. Tapi sayang, keberadaan Pustakawan di sekolah masih minim.
Kepala Disdik Kota Medan Hasan Basri mengatakan, perpustakaan sekolah di seluruh SMP Negeri yang berjumlah 45 unit telah rampung. Hanya saja masih menunggu pengelolaan dari pihak sekolah.
Sedangkan di tingkatan SD Negeri yang berjumlah 405 unit di Kota Medan, telah dibangun sekitar 182 perpustakaan.
“Dan dalam waktu dekat ini Disdik Kota Medan akan kembali meresmikan sekitar 60 perpustakaan sekolah,” terangnya kepada wartawan, Minggu (3/10).
Ditambahkan Hasan, pihaknya juga akan membangun perpustakaan sekolah melalui dana alokasi khusus pengembangan sarana sekolah. “Kami akan terus menambah jumlah perpustakaan sekolah sampai setiap sekolah memilikinya,” ujarnya.
Di lain pihak, Ketua Komisi E DPRD Sumut Brilian Moktar mengkritik koleksi buku di perpustakaan SD yang masih didominasi buku teks pelajaran. “Sekolah kesulitan untuk mengembangkan koleksi perpustakaan. Sebab dana untuk buku masih diprioritaskan untuk buku teks pelajaran siswa,” katanya.
Brilian juga mengatakan, keberadaan perpustakaan sekolah memang masih belum dioptimalkan. “Kendalanya memang terletak pada minimnya koleksi perpustakaan tersebut. Sebenarnya kesulitan memenuhi koleksi buku perpustakaan bisa disiasati. Sekolah-sekolah bisa bekerjasama untuk saling tukar koleksi buku,” sarannya.
Brilian juga mengkritik pustakawan sekolah yang masih dipegang guru yang minim pelatihan. “Pelatihan pustakawan diharapkan bisa memperluas wawasan siswa dan meningkatkan minat baca,” tambah Brilian. “Penggunaan buku-buku referensi, buku-buku bacaan popular lainnya, majalah, serta surat kabar sebagai bagian dari kegiatan belajar sehari-hari juga dibutuhkan,” jelas Moktar.
Menurut Moktar, kompetensi pustakawan harus didefinisikan sebagai kemampuan, ketrampilan, motivasi, konsintensi dan tanggungjawab untuk menguasai bidang pekerjaannya.
Minimnya pustakawan ini pun diakui oleh Hasan Basri. “Kadang guru Bahasa Indonesia juga diberdayakan sebagai pustakawan.
Selain itu tenaga honorer yang bidangnya sesuai akan diberdayakan,” paparnya. Dengan demikian, Hasan menyatakan pihaknya akan terus berusaha meningkatkan kompetensi para pustakawan agar mampu memberikan motivasi kepada anak didik lebih gemar membaca. Tentunya melalui berbagai pendidikan dan pelatihan. (saz)

Sumber :
http://www.hariansumutpos.com/